Berfikir, Belajar, Bekarya
Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa berbahaya itu sangatlah berbahaya.
Ir. Soekarno.
Alhamdulillah, hari Rabu kemarin saya berkesempatan untuk sowan dan istifadah dari beberapa guru di UINSA Surabaya. Pertama, saya sowan kepada Prof. Dr. KH. Ali Aziz, M. Ag, tepat pada saat beliau hendak menguji proposal mahasiswa Jurusan Studi Islam. Meskipun pertemuan kami singkat, banyak ilmu yang saya peroleh. Salah satu pesan beliau yang sangat berkesan adalah, "Jangan terlalu memikirkan dunia, tetapi jangan pernah berhenti berpikir. Yang membedakan manusia dari hewan adalah kemampuan berpikir. Apa yang kita peroleh dari hasil berpikir akan terasa nikmat dan akan menjadi karya luar biasa setelah lima hingga sepuluh tahun ke depan."
Beliau juga menambahkan, "Jangan mencari perbedaan, cari saja persamaan. Ngapain mikir yang rumit-rumit, santai aja." Pesan tersebut disampaikan dengan selingan humor, yang membuat pertemuan singkat itu semakin bermakna. Beliau mengutip contoh BJ Habibie, yang dengan insting dan kemampuan otaknya yang hanya digunakan lima persen, mampu menghasilkan pesawat terbang. Lantas, beliau bertanya, "Otak kita sudah digunakan berapa persen, dan apa hasilnya?" Pesan-pesan tersebut benar-benar membuka wawasan dan memberikan motivasi untuk terus berpikir dan berkarya.
Selanjutnya, beliau berpesan kepada teman saya untuk tidak berhenti belajar dan terus berkarya. "Jangan cuti, selesaikan proses studinya tepat waktu. Kalau tidak punya uang untuk bayar UKT, pinjam dulu, wong kita tidak ngemis. Nanti kalau sudah punya, bayar dan tambah bayaran sebagai bentuk shodaqoh." Pesan ini mengingatkan pentingnya keistiqomahan dan terus berkarya, bahkan di tengah keterbatasan. Sambil menyampaikan pesan tersebut, beliau juga membacakan beberapa ayat-ayat al-Qur'an yang memberi tambahan keberkahan dalam pertemuan itu.
Buah dari terus berkarya, seperti menulis disertasi, akan membuat diri tertegun sendiri. "Kok bisa ya saya nulis seperti ini?" Itu semua adalah implikasi dari pikiran yang dituangkan melalui tulisan. Disertasi yang ditulis akan menjadi memori kehidupan yang sangat luar biasa. Menggunakan pikiran untuk menemukan teori baru atau mengkritisi teori yang sudah ada tidak mudah; butuh pemikiran cemerlang, konsistensi, dan keinginan yang kuat. Saya teringat sebuah ungkapan teman saya, “Seorang akademisi boleh salah, tetapi tidak boleh bohong.” Artinya, temuan mahasiswa dan akademisi dalam riset boleh saja salah, sebab masih banyak tahapan untuk diverifikasi atau difalsifikasi oleh akademisi lain. Bahkan, dalam jenjang doktoral yang panjang, banyak revisi dan masukan yang datang, mulai dari seminar proposal, ujian tertutup dan terbuka. Semua itu harus mampu dipertanggungjawabkan di depan para akademisi yang lebih mumpuni. Oleh karena itu, kerangka berpikir dalam penelitian harus matang, terstruktur, sistematis, dan koheren.
Kita harus terus berkarya di level apapun, dan belajar dari tokoh-tokoh yang inspiratif. Seperti Prof. Dr. Imam Suprayogo, M. Ag, yang istiqomah menulis setiap selesai subuh dan mendapatkan Rekor Muri, Prof. Nadirsyah Khosen yang selalu menginspirasi melalui tulisan-tulisannya di Instagram, atau Dr. Adian Husni yang telah mencapai artikel ke-2049. Bahkan, Syekh Mostofa al-Galayani, meskipun berada di penjara, tetap istiqomah berkarya, menyebarkan tulisannya di koran-koran, yang akhirnya dikumpulkan menjadi sebuah kitab berjudul Idhoton Nasyi'in. Ustadz Ahyat Ahmad, dengan keistiqomahan menulis di Sidogiri Media, telah melahirkan beberapa buku. Tidak kalah menginspirasi adalah Stephen Hawking, seorang ilmuwan difabel yang sejak usia 25 tahun menderita disabilitas, tetapi tetap berkarya meskipun hanya bisa mengetik satu huruf dalam tiga menit. Dengan tekad dan kerja kerasnya, beliau berhasil melahirkan teori Black Hole, yang menggambarkan sebuah fenomena astronomi yang sangat penting.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari para tokoh ini adalah bahwa kemauan dan keistiqomahan dalam berkarya adalah kunci utama untuk mengukir jejak yang abadi. Nikmat yang telah diberikan oleh Allah seharusnya kita manfaatkan untuk melahirkan karya-karya yang bermanfaat. Hidup hanya sekali, jangan sampai kita tidak memberikan arti pada dunia. Berkaryalah sebelum mati, sebagai tanda bahwa kita pernah hidup di dunia ini. Menulislah sebagai bukti bahwa kita ada. Seperti ungkapan Verba volant, scripta manent—kata-kata bisa hilang, tetapi tulisan akan abadi.
Saya sebagai pelajar yang mempunyai keinginan untuk kaya dalam wawasan dan bisa beradap tasi dengan masyarakat utamanya dalam medsos yang mana saya pengen mempublikasikan dan menuangkan fikiran dan perasaan saya yang sekiranya bisa untuk di kaji dan di ambil manfaatnya bagi mereka yang membutuhkan. Tetapi dalam hal ini banyak problem yang membuat saya tidak bisa mengatasinya. Seperti halnya malas untuk mempelajari proses dan tahap tahapnya padahal sekarang zaman sudah canggih bisa mengakses internet. Pertanyaan saya gimana cara untuk mengatasi hal demikian..?
BalasHapusPaksa paksa sampai sifat malas. Malas yang menghampirimu
HapusDari tulisan ini saya mulai terbuka bagaimana cara mengatasi waktu dalam berfikir dan berkarya namun memang ada beberapa hal yang harus saya perbaiki lagi dalam mengelola waktu karna memang perkembangan zaman menjadikan diri ini sibuk melulu
BalasHapus