Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENJAGA AMANAH, MERAWAT TRADISI, DAN MERESPON MODERNISASI (Refleksi Milad 192 PPMU. Panyeppen Palengaan Pamekasan)




Pada Milad 192 Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen, membawa tema sederhana dengan mengandung makna besar, Yaitu tentang amanah pesantren, perawatan tradisi serta responsip terhadap modernisasi. Bagaimana sebenarnya kedudukan tema ini dalam konteks kehidupan pesantren saat ini.
        Pesantren semenjak awal berdirinya, sebagai lembaga pendidikan tradisional tertua dalam keping pendidikan Indonesia, mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya dalam bidang pendidikan dan keagamaan saja tapi dalam aspek social lainnya. Pesantren mempunyai amanah sangat urgen dan vital, yang tidak dimiliki oleh lembaga lain selain pesantren. Pesantren dibebani dengan amanah yang tidak ringan, perlu kesungguhan untuk menjalankan serta keseriusah untuk mempertahankan. Amanah terbesar pesantren adalah terus istiqomah sebagai pencetak generasi santri kuat iman dan menguasai ilmu pengetahuan. Tampa terkontaminasi dengan seabrek ajakan yang tidak sesuai dengan garis garis besar haluan pesantren. Atau tergoda dengan kepentingan yang bertentangan dengan nilai luhur awal berdirinya pesantren. Pesantren harus mampu menjaga profetik sebagai agen perubahan dan penjaga gawang agen pemberdayaan ummat.
        Tidak harus terlibat secara aktif dan massif terhadap beberapa hal yang tidak sesuai dengan yang diamanahkan terhadap pesantren, agar nama besarnya tidak runyam oleh beberapa anggan miring kebanyakan orang. Begitu juga seorang santri sebagai bagian penting didalam elemen pesantren, harus mampu menjaga dirinya, teguh berdiri tampa terbawa arus perubahan zaman. Jangan sampai pesantren dan santri terseret sedemikian jauh dalam hal-hal yang tidak mesti diikuti pesantren. Sehingga anggapan bahwa pesantren sudah tidak mampu menjaga amanah tidak akan pernah terdengar nyaring kepermukaan. Jika, pesantren dan santri tetap konsisten dalam hal ini.
        Sedangkan dalam merawat tradisi, kita kaum sarungan harus menyadari dan memahami bahwa di pesantren mempunyai tradisi akademik dan ubudiyah. Kita mesti memahami bahwa tradisi pesantren tidak boleh hilang dan lenyap. Tradisi ini adalah tradisi belajar, membaca, berdiskusi, bermusyawaroh, kajian-kajian ilmiah, serta dunia akademik sehat hidup dalam berbagai sector dan keadaan. Hal ini agar sumber daya manusia (SDM) terus berkembang dan mumpuni demi perbaikan pesantren dimasa-masa akan datang. Sudah kita jamak ketahui hari ini, tradisi membaca dan menulis tidak segeliat ulama’ dulu, tidak sesamangat para santri terdahulu, yang dengan keterbatasannya mereka-mereka mampu melahirkan karya-karya fenomenal yang terus kita cicipi hari ini. Ternyata dewasa ini dengan semangkin lengkapnya fasilitas, kita malah seakan kehilangan nyawa untuk menjaga tradisi ini, sehingga keberadaan kita seakan tidur panjang. Oleh karenanya dalam momentum seperti ini perlu kiranya kita mereorientasikan kembali kultur budaya yang mulai buram tak menentu.
        Tradisi dan ciri khas pesantren harus kita rawat, meskipun pada dasarnya untuk generasi saat ini sangat sulit. Salah satu tradisi pesantren adalah menjadikan kitab kuning sebagai inti, poros dan arus utama, karena kandungan kitab kuning sangat komprehsif, memuat semua aspek ilmu pengetahuan, didalamnya tersimpan sumber ilmu pengetahuan. Maka tradisi kajian dan terus belajar kepada sumber aslinya ilmu pengetahuan merupakan keniscayaan yang tidak boleh ditinggalkan. Tidak boleh hilang, zaman boleh terus berubah, zaman boleh terus berkembang, tapi  tradisi ini tidak boleh lenyap, karena dengan perubahan zaman. Terus belajar, membaca dan mendiskusikan kandungan kitab kuning dengan beberapa pola baru yang terus terupgrade agar betul-betul stalk holder pesantren terus berkualitas dan mumpuni.
        Memang kita sadari bersama bahwa generasi saat ini, yang kita kenal dengan generasi milenial, memiliki kecendurngan terhadap sesesuatu yang bersifat instan, duigital, dan portable, karena memang jauh lebih cepat dibandingkan dengan membaca kitab kuning secara manual. Sudah jamak kita temui berbagai aplikasi yang berkonten dan berkaitan dengan kitab kuning, tanya jawab seputar fikih. Hal ini sudah berdampak terhadap ghairah para santri untuk belajar secara mendalam dan lengkap. Sehingga menyebabkan sangat ironi sekali, jika tradisi kaum sarungan lenyap tidak bernyawa dikarenakan perubahan zaman. Semestinya zaman boleh berubah, fasilitas bertambah mudah, tapi, tidak boleh dengan kultur santri, (Belajar, berdiskusi, bermusyawaroh atau dengan pongah dan bangga memikul kitab di dada. Karena jika tradisi akademi pesantren ini hilang maka tidak menutup kemungkinan akan melahirkan yang tidak berkualitas, dan ruh pesantren akan terus terkikis sehingga akan menyebabkan ketinggalan.
        Fasilitas serta kemudahan yang ada sebenarnya dijadikan penunjang saja, bukan malah meninggalkan membaca dengan manual dan mendalam, dengan cara terus memahami, dengan cara memberi makna serta memberikan pemahaman, mengurai dan memperdebatkan, ini tradisi yang mesti terus dirawat dan terus dipertahankan sampai kapanpun, karena tradisi ini yang terbukti sukses mulai sejak awal berdirinya pesantren. Melahirkan outpun yang berkualitas, berguna ditengah masyarakat, serta mampu menjadi uswah, dan vionir ditengah gelap gulitanya kehidupan, semua karena tradisi akademik pesantren, lantas bagaimana jika tidak diisi, apalagi sampai mati.
        Modernisasai merupakan proses transformasi dari tradisional kearah modern. Yang mana salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, merubah pola pikir dan diharapkan kehidupan lebih dinamis. Dalam kehidupan modern mengedepankan social planning agar lebih ter arah dan terencana. Trend modern menyerambah keberbagai sector kehidupan dan kalangan, tidak luput juga para kaum sarungan.
        Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan life style manusia, maka pesantren penting mengadakan transformative, sebagai salah satu upaya pesantren tetap bertahan dan eksis di tengah persaingan global. Salah satu merespon modernisasi menurut hemat penulis, pesantren harus transformasi dengan cara-cara handal dan professional. Salah satu upaya ini pesantren harus terus ber inovasi, menginternalisasi transformative, berinvorisasi dengan sistem dan management yang lebih praktis mudah dan ekonomis, agar mampu menjawab tantangan dan perubahan struktur di abad ke 21 ini.
        Maka seyoginya konsep المحفظة على القديم الصالح و الأخذ بالجديد الأصلح “ bahkan tidak cukup dengan konsep di atas, akan tetapi harus di tambah dengan fal aslah summal aslah, yang semuanya ini akan  berimplikasi kepada inovasi-inovasi transformative, dalam berbagai sector sistem pendidikan pesantren, kaderisasi, manajemen dan lainnya.
Maka penulis berkeyakinan jika amanah terus dijaga, tradisi terus lestari, maka, merespon modernisasi sebuah keniscayaan dan tidak perlu dikawatirkan, karena bekal untuk menghadapinya sudah ada, tinggal waktunya merespon modernisasi dengan corak dan cara pesantren, sehingga pesantren benar-benar mampu memberi warna bukan malah terwarnai oleh modernisasi. Jika hal ini mampu dilakukan dengan sendirinya mudah menginternalisasikan nilai-nili pesantren kedalam dunia modernisasi sangatlah mudah.
 Merespon modernisasi tentu harus menguatkan kuda-kuda. Yang utama bisa mengintegarasikan keilmuaan. Disemua dimensinya harus betul-betul kokoh, agar bukan hanya isapan jempol belaka, atau malah terseret ketempat  yang jauh, atau bukan merespon akan tetapi tergilas.
Modernisasi sudah lama didengungkan oleh banyak kalangan, tapi dibahas hari ini bukan berarti ketinggalan, justru sebuah keharusan, di era yang akan datang era industry 4.0, santri dan pesantren harus ambil bagian, berada digarda terdepan, dengan seabrek ilmu pengetahuan, ditopang kekuatan  spiritual keagamaan, dan kuatnya keimanan, merespon modernisasi sudah banyak santri melakukan, diberbagai sector kehidupan. Tentu hal ini tidak mustahil jika amanah terus diteguhkan, dan tradisi akademik pesantren terus terawatkan.
Terakhir selamat milad 192 MA”HADI, semoga aliran barokah Masyakhi, terus setia menemani, sejak dari dunia sampai akhirar nanti.  

``Panyeppen, 3 Rajab 1440 H
MOH. ABDULLOH AZ-ZAIN
       

Posting Komentar untuk "MENJAGA AMANAH, MERAWAT TRADISI, DAN MERESPON MODERNISASI (Refleksi Milad 192 PPMU. Panyeppen Palengaan Pamekasan)"