Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Afirmasi Positif, Berakhir Positif

Sumber Foto : Lingkaran.id

Selama saya menjadi santri, saya sering tertegun oleh mereka yang memiliki potensi luar biasa. Setiap kali tokoh alumni atau non-alumni hadir ke pesantren untuk memberikan motivasi dalam berbagai kegiatan, saya merasa sangat terinspirasi. Pengurus pesantren sering mengundang tokoh-tokoh tersebut untuk memberikan pencerahan pada malam Selasa di Masjid An-Nashor. Tak jarang, saat para tokoh besar sowan dan bersilaturahmi, memberikan taujihat kepada santri, atau bercerita tentang kisah orang-orang sukses. Cerita-cerita tersebut sering kali dibagikan oleh pengurus ketika  hadir dalam sholat berjamaah atau saat mengaji kitab, terutama saat ngaji kitab Ramadan kepada pengasuh. Cerita ulama’ ulama sholeh, para sahabat dan semacamnya. 

Di dalam hati, saya selalu berharap dapat menjadi seperti beliau. Afirmasi positif itu terus bergema, membayangkan diri saya bisa berbicara dengan bijaksana seperti para tokoh yang diceritakan. Saya kagum dengan orang yang bisa berbicara di depan ribuan santri, sehingga para santri  dengan khusyuk mendengarkan setiap kata yang disampaikan. Rasanya luar biasa bagaimana mereka bisa berbicara berjam-jam tanpa henti, dengan materi yang penuh makna, begitu penting, bahkan tidak muat untuk dituliskan dalam buku kecil yang biasa ada di saku jubah. Dalam hati saya bergumam, "Semoga suatu saat saya bisa seperti mereka." Alhamdulillah, berkat afirmasi positif tersebut, saya pun diberi kesempatan untuk berbicara di depan santri, meskipun mungkin kualitasnya sangat jauh dibandingkan beliau beliau. Saya selalu mengatakan kepada para teman teman santri, bahwa suatu saat, antum semua akan merasakan bagaimana panas, dingin, dan gemetar saat berbicara di depan banyak orang. Kunci utamanya adalah terus mengafirmasi hal-hal positif, terus belajar tanpa henti, dan menjadi pendengar yang baik. Saat ini, menjadi pendengar yang baik jauh lebih sulit daripada menjadi pembicara yang baik.

Tidak jarang, ketika saya diberikan kesempatan untuk bertanya, rasa ingin tahu saya sangat besar, namun tubuh ini sering kali merasa panas dingin, keringatan, dan bulu kuduk pun berdiri. Saya khawatir pertanyaan saya akan menjadi bahan tertawaan atau gosip di kalangan santri. Ada rasa grogi dan gemetar, dan saya khawatir pertanyaan saya tidak berbobot. Berbagai ketakutan itu berkecamuk dalam benak. Namun, terkadang ada peserta lain yang hanya bermodal keberanian atau sekadar pegangan mic, namun tetap percaya diri. Ternyata, saat ini tugas itu tiba dan saya harus menjawab pertanyaan santri, perasaan saya kembali berdebar-debar dan gemetar. Memang, hidup selalu penuh dengan rasa takut terhadap hal-hal yang belum kita ketahui.

Selain itu, saya juga terinspirasi oleh senior-senior yang menjadi penulis hebat, menerbitkan banyak buku, dan tulisan-tulisan mereka tersebar di berbagai media. Saya pun bertanya dalam hati, "Bagaimana mereka bisa menulis dengan menarik dan indah?" Ada juga teman-teman yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan saya merasa ada keinginan untuk mengikuti jejak mereka. Ada begitu banyak afirmasi positif yang kini telah menjadi kenyataan. Ternyata, kunci utamanya adalah jangan pernah iri dengan pencapaian orang lain dan jangan malu untuk bertanya serta membangun komunikasi. Dengan bertanya, kita dapat mengetahui bagaimana cara meraih dan mencapai tujuan tersebut. Jangan pelit dalam berbagi ilmu dan pengalaman, karena dengan membantu orang lain, kita sedang membangun tangga menuju kesuksesan yang hakiki.

Sebagai penutup, perjalanan saya selama menjadi santri telah membuka banyak pelajaran berharga tentang pentingnya niat yang tulus, kesabaran, dan keberanian dalam meraih cita-cita. Setiap pertemuan dengan para tokoh, baik alumni maupun non-alumni, yang datang untuk memberikan motivasi, menjadi pencerahan dan inspirasi yang tak ternilai. Mereka mengajarkan bahwa untuk mencapai keberhasilan tidak hanya membutuhkan kemampuan berbicara yang baik, tetapi juga ketulusan dalam beramal, keikhlasan dalam berbagi, dan kegigihan dalam belajar. Seperti yang dicontohkan oleh para ulama dan tokoh yang mengisi malam-malam pencerahan di pesantren, mereka bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menunjukkan kepada kami bahwa perjalanan spiritual dan intelektual adalah proses yang saling terkait dan tiada henti. Oleh karena itu, saya semakin yakin bahwa dengan terus mengafirmasi hal-hal positif, berani bertanya, dan senantiasa membantu orang lain, kita sedang menapaki jalan yang lebih mulia, yaitu jalan menuju kesuksesan sejati yang tidak hanya diraih dengan usaha, tetapi juga dengan niat yang ikhlas dan perjuangan tanpa henti. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk terus belajar dan berbagi, serta menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain, sebagaimana para tokoh yang telah memberi inspirasi bagi kami.


Posting Komentar untuk "Afirmasi Positif, Berakhir Positif"