Pemilih Cerdas, Pemimpin Berkualitas.
Pilkada serentak yang diselenggarakan hari ini merupakan yang pertama kali setelah reformasi, dengan 545 daerah di Indonesia yang memilih kepala daerah. Ini adalah momen penting bagi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam menentukan pemimpin yang baik sesuai dengan hati nurani, berdasarkan visi dan misi yang disampaikan selama masa kampanye, demi perbaikan berbagai sektor dalam lima tahun ke depan. Kriteria pemimpin yang baik harus mencakup kekuatan Iman, kejujuran, etika, kapasitas keilmuan, dan kemampuan kepemimpinan. Pilihlah pemimpin yang dapat membawa dampak perbaikan, menuju arah yang lebih baik dan lebih maju, atau setidaknya pemimpin yang lebih sedikit mudaratnya. Menggunakan hak pilih adalah bentuk partisipasi kita sebagai anak bangsa dalam perhelatan demokrasi di Indonesia.
Dalam dinamika pemilihan, perbedaan antara pasangan calon (Paslon) tentu tidak dapat dihindari. Setiap Paslon memiliki kelebihan dan kekurangan, dan kita sebagai pemilih sebaiknya lebih fokus pada kelebihan yang dimiliki oleh Paslon yang akan dipilih, tanpa harus merendahkan Paslon lainnya. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan harus dihormati, karena perbedaan adalah bagian dari keindahan dalam demokrasi, yang seharusnya tidak perlu dipertentangkan.
Kontestasi politik ini adalah ajang adu gagasan yang harus dieksekusi menjadi kebijakan-kebijakan yang dapat membawa transformasi perbaikan. Salah satu hal yang perlu didahulukan adalah penyampaian visi dan misi berbasis data dan riset untuk meyakinkan pemilih. Penting untuk menghindari sikap saling menjatuhkan dan caci maki yang tidak mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang terkenal dengan tatakrama dan sopan santunnya.
Perhelatan elektoral lima tahunan ini harus tetap dijaga dengan etika moral yang tinggi, di tengah berbagai tantangan, seperti politik uang, serangan fajar, dan praktik-praktik negatif lainnya, yang kerap menjadi lubang hitam dalam setiap pesta demokrasi. Demokrasi sejatinya hanya merupakan wadah untuk memilih, bukan tujuan akhir untuk meraih kemenangan atau kekuasaan semata. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Masdar, demokrasi adalah sebuah target antara yang harus dijalani dalam rangka mewujudkan tujuan akhir berbangsa dan bernegara.
Harus diingat, bahwa demokrasi bukanlah akhir dari segalanya. Oleh karena itu, ruang publik seharusnya tidak dipenuhi dengan gesekan-gesekan yang tidak perlu, yang seringkali menghiasi platform media sosial. Hal ini terjadi karena banyak pihak yang menjadikan kemenangan dalam pemilu sebagai tujuan utama, bukan sebagai bagian dari proses menuju tujuan bersama yang lebih besar. Fanatisme berlebihan sering menjadi pemicu terjadinya pergesekan dan ketegangan, di mana energi dan sumber daya banyak dikorbankan oleh para kompetitor dan suporter untuk meraih kursi kekuasaan, bahkan tidak jarang dilapangan ada yang menghalalkan segala cara. Sehingga menjadi percikan sumbu pergesekan.
Dalam konteks ini, kita bisa merenungkan falsafah Madura yang bisa menjadi pijakan dalam menentukan pilihan dalam hajatan demokrasi lima tahunan ini: "Meskeh genteng peraonah, tenang ombaknah, landai angenah, tapeh juru ladinah tak taoh enjek engkok tak nurok ah peraonah." Falsafah ini mengajarkan kita untuk tetap tenang dan bijaksana dalam mengambil keputusan, serta menghindari gegabah dalam menghadapi perbedaan. Semoga pemilihan kepala daerah kali ini dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar mencerminkan harapan dan keinginan masyarakat akar rumput, dan membawa perubahan yang lebih baik bagi daerah dan negara kita.
Sebagai penutup, dalam memilih pemimpin, kita harus mengedepankan akal sehat, nilai-nilai moral, dan etika demokrasi yang sehat. Pemilihan kepala daerah bukan hanya tentang meraih kemenangan untuk kepentingan individu atau kelompok, tetapi tentang memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan positif untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, teori deliberative democracy yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas dapat menjadi acuan. Habermas menekankan pentingnya proses deliberasi atau musyawarah dalam pengambilan keputusan politik yang rasional dan inklusif. Dalam konteks Pilkada, ini berarti bahwa pemilih harus berpartisipasi aktif dengan cara yang berlandaskan pada diskursus yang sehat dan saling menghargai, menghindari politisasi yang merusak, serta mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Sejalan dengan itu, menurut jurnal yang diterbitkan oleh Journal of Political Philosophy (2020), proses pemilu yang didasarkan pada keadilan, keterbukaan, dan integritas berpotensi menghasilkan pemimpin yang tidak hanya kompeten tetapi juga dipercaya oleh rakyat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga agar proses demokrasi tetap bermoral dan jauh dari praktik-praktik yang merusak, seperti politik uang atau kampanye hitam. Semoga pemilihan ini dapat menghasilkan pemimpin yang mampu membawa daerah menuju kemajuan dan kesejahteraan, serta mencerminkan semangat demokrasi yang sejati.
Posting Komentar untuk "Pemilih Cerdas, Pemimpin Berkualitas. "