Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerdas Finansial

 

    Sumber Foto : hakbunda.com

"Oh, begini rasanya menunda beli sesuatu demi prioritas yang lebih urgent."
Kalimat sederhana ini mungkin pernah terlintas ketika kita memutuskan untuk tidak membeli barang incaran. Rasanya? Campur aduk—antara bangga, nelangsa, dan sedikit rasa kehilangan. Tapi sesungguhnya, di situlah letak kedewasaan finansial mulai bertumbuh: saat kita memilih logika di atas impuls.

Di era digital saat ini, godaan untuk berbelanja hadir hampir di setiap sudut aktivitas kita. Cukup membuka media sosial, kita langsung disuguhi konten berisi ulasan produk, promosi besar-besaran, hingga gaya hidup para influencer yang terus memamerkan barang-barang terbaru. Algoritma digital pun bekerja cepat membaca preferensi kita, lalu menyuguhkan iklan yang membuat kita makin tergoda. Tak heran jika budaya belanja impulsif semakin subur di kalangan anak muda. Survei Jakpat (2023) mencatat bahwa 72% anak muda Indonesia mengaku sering tergoda untuk melakukan pembelian spontan, terutama karena pengaruh media sosial dan berbagai bentuk promosi online yang agresif. Sayangnya, di balik fenomena konsumtif ini, hanya 28% dari mereka yang secara aktif memiliki perencanaan keuangan yang jelas dan disiplin. Data ini menunjukkan adanya ketimpangan yang cukup besar antara keinginan konsumtif dan kesiapan finansial. Artinya, mayoritas dari kita belum terbiasa membuat keputusan keuangan berdasarkan prioritas jangka panjang. Kita cenderung lebih mudah tergoda oleh kesenangan sesaat daripada mempertimbangkan manfaat jangka panjang dari setiap pengeluaran yang kita lakukan. Kondisi ini menjadi alarm penting bahwa literasi keuangan bukan hanya soal tahu cara menabung, tapi juga soal bagaimana mengendalikan diri, memahami skala prioritas, dan membangun kesadaran bahwa tidak semua keinginan harus segera diwujudkan.

 Menunda Beli = Menang di Akhir

Menunda membeli sesuatu bukan berarti menolak kebutuhan, melainkan menata ulang skala prioritas. Ketika kita berkata, “Nanti saja, uangnya untuk yang lebih penting,” kita sedang melatih self-control—salah satu keterampilan penting dalam kecerdasan finansial.  Teori Delayed Gratification oleh Walter Mischel (lewat eksperimen Marshmallow Test) menunjukkan bahwa orang yang mampu menunda kepuasan sesaat cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik, termasuk dalam hal karier, pendidikan, dan keuangan. Dibandingkan mereka yang memaksakan keinginan dengan cara berhutang, pinjol, ngeredit, demi membeli sesuatu yang tidak begitu penting, hanya saja ingin kelihatan keren, atau hanya sekedar mengikuti trend.

Bayangkan seorang mahasiswa yang tergoda membeli gadget baru seharga 5 juta rupiah. Namun, di waktu bersamaan, ia harus membayar biaya kuliah semester. Ia akhirnya memilih menunda beli gadget dan membayar kuliah terlebih dahulu. Keputusan ini bukan sekadar soal menunda kesenangan, tapi menempatkan pendidikan sebagai investasi jangka panjang yang jauh lebih bernilai. Inilah bentuk keberanian finansial: berani memilih yang penting, bukan yang menyenangkan sesaat.

 Strategi: Belanja Boleh, Asal Tahu Prioritas

Agar tidak terjebak dilema antara "ingin" dan "perlu", berikut beberapa strategi yang bisa kamu terapkan:

Buat Skala Prioritas Keuangan.

Kategorikan pengeluaran ke dalam tiga tingkat:

a.   Urgent (harus segera)

b.   Need (perlu)

c.    Want (keinginan).

Tempatkan barang incaran di kategori “want” dan evaluasi kembali kebutuhannya.

  1. Terapkan Aturan 30 Hari.

Saat tergoda membeli sesuatu, beri jeda 30 hari. Jika setelah sebulan kamu masih merasa butuh, mungkin memang penting. Jika tidak, itu hanya impuls sesaat.

  1. Catat dan Evaluasi Pengeluaran.

Dengan mencatat pengeluaran harian, kamu akan tahu ke mana larinya uang. Dari situ, kamu bisa mulai memangkas pemborosan dan mengatur ulang prioritas.

  1. Miliki Dana Prioritas.



Sisihkan sebagian pemasukan khusus untuk kebutuhan utama seperti kesehatan, pendidikan, dan dana darurat. Dana ini membuat keputusan finansial jadi lebih tenang dan rasional. Karena bagaimanapun konsepnya semakin kita dewasa akan semakin membutuhkan uang, jika finansial kuat dengan membiasakan mengelola keungan sejak dini, akan berpeluang hidup akan lebih tenang dan tidak pusing memikirkan finansial dimasa tua.

Menunda belanja bukan berarti kalah atau pelit. Justru, itu bentuk kematangan dalam mengelola hidup. Di tengah budaya instan dan gaya hidup konsumtif, keputusan kecil seperti ini adalah bentuk keberanian dan kesadaran diri. Jadi, mari belajar mengatakan dengan bangga:

            “Bukan nggak mampu, tapi lagi milih mana yang lebih bernilai.”

 

  

1 komentar untuk "Cerdas Finansial"