Glow Up Itu Sementara, Grow Up Itu Selamanya
Di tengah derasnya arus informasi dan gempuran budaya populer, kita hidup di tengah generasi yang—mau tidak mau—terlalu sibuk memoles tampilan luar, hingga lupa merawat kekayaan dalam: pikiran, akhlak, dan karakter. Fenomena ini dikenal sebagai glow-up culture, yakni obsesi terhadap perubahan penampilan fisik agar terlihat lebih menarik, terutama di media sosial.
Dalam konteks global, survei dari Common Sense Media (2022) menemukan bahwa 78% remaja merasa tertekan untuk tampil "sempurna" di platform seperti Instagram dan TikTok. Hal ini sejalan dengan riset dari American Psychological Association yang menunjukkan peningkatan gangguan citra tubuh (body image issues) dan kecemasan sosial di kalangan remaja, seiring meningkatnya konsumsi konten visual yang idealistik.
Tokoh psikologi ternama Carl Rogers, pelopor teori self-concept, menekankan bahwa manusia berkembang secara sehat ketika ia mengejar actual self (jati diri sebenarnya), bukan sekadar ideal self yang seringkali dipengaruhi oleh tuntutan sosial. Sayangnya, glow-up culture justru mengaburkan batas antara keduanya—mendorong generasi muda untuk terus-menerus menampilkan versi ideal tanpa memberi ruang pada proses penerimaan diri yang otentik.
Dalam psikologi perkembangan, hal ini berkaitan erat dengan teori Erik Erikson, khususnya pada tahap identity vs. role confusion (identitas vs. kebingungan peran). Saat remaja terlalu fokus membangun identitas dari aspek luar, mereka berisiko kehilangan arah dalam membentuk nilai dan tujuan hidup yang mendalam.
Glow-up sejati seharusnya bukan sekadar transformasi visual, melainkan perjalanan tumbuh secara menyeluruh: dari wajah yang berseri hingga wawasan yang tajam, dari tubuh yang bugar hingga jiwa yang kuat. Seperti kata Audrey Hepburn, “True beauty in a woman is reflected in her soul.” Dan ini berlaku universal: kecantikan batin tak pernah usang oleh waktu, tak lekang oleh tren.
Menurut psikolog perkembangan Erik Erikson, tahap penting dalam usia remaja adalah pencarian identitas (identity vs. role confusion). Ketika fokus terlalu besar pada tampilan luar, proses pembentukan identitas batin yang sehat bisa terhambat. Maka sebenarnya anak muda mengedepankan Lebih Banyak Grow-Up.
Pertumbuhan sejati tidak terjadi di cermin, tapi di kepala dan hati. Membaca buku, mengikuti kajian ilmiah, belajar bahasa baru, memahami Al-Qur’an—semua itu adalah bagian dari grow-up yang membuat seseorang benar-benar “naik kelas” dalam hidup.
Coba renungkan: kita rela menghabiskan 2-3 juta untuk skincare, tapi enggan beli satu buku berkualitas. Kita semangat ikut promo fashion, tapi jarang hadir dalam kajian Islam atau seminar kepemudaan.
Grow-up adalah tentang kesiapan menghadapi hidup: mengelola emosi, berpikir kritis, memperbaiki akhlak, dan memiliki visi. Ini semua adalah bekal penting untuk masa depan, jauh lebih tahan lama daripada sekadar glowing.
Islam: Mengajarkan Grow-Up Sejak Dini. Dalam Islam, perhatian pada pertumbuhan akhlak dan ilmu sangat ditekankan. Al-Qur’an menyebutkan:
> "Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Para sahabat Nabi adalah generasi grow-up: usia muda, tapi tangguh, cerdas, dan penuh hikmah. Mereka bukan generasi pamer, tapi generasi pikir dan dzikir.
Lantas apa yang Bisa Kita Lakukan hari ini apakah terlambat, maka jawabannya tidak silahkan mulai hari action untuk lebih banyak membaca buku: Tentang sejarah, psikologi, keislaman, motivasi. Ikut kajian ilmiah dan tafsir: Agar hati kuat, pemikiran jernih. Dengar podcast inspiratif: Jadikan waktu kosong sebagai ladang ilmu. Kurangi waktu scroll, tambah waktu refleksi. Glow-up itu boleh. Merawat diri itu penting. Tapi jangan sampai menutupi kebutuhan utama: bertumbuh menjadi manusia utuh. Good Looking no Problem, tapi good intelektual, good spritual, good emosional harus menjadi number one.
Mari seimbangkan antara glow-up dan grow-up. Ayo jadi generasi yang bukan hanya terlihat baik, tapi juga berpikir benar dan hidup penuh makna. Dunia butuh lebih banyak manusia bijak, bukan sekadar manusia cantik dan glowing.
Posting Komentar untuk "Glow Up Itu Sementara, Grow Up Itu Selamanya"