Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsistensi Menulis

 


Sumber Foto : istockphoto.com

Sejak dahulu, catatan Dahlan Iskan di koran Jawa Pos merupakan salah satu bacaan favorit saya. Saya sering membaca sambil berdiri di majalah dinding (MADING), yang menjadi satu-satunya sumber informasi tentang dunia luar yang dapat diakses oleh para santri. Setiap sore, petugas dari perpustakaan Al-Badar menggantinya, dan para santri pun menunggu dengan antusias, terutama untuk mendapatkan berita terbaru tentang olahraga, yang menjadi bacaan utama bagi santri yang sangat menyukai bola. Saya biasa mencari bagian koran yang tidak begitu ramai, terutama yang terdapat gambar-gambar menarik. Salah satu bacaan yang saya tunggu-tunggu adalah catatan Dahlan Iskan di halaman pertama, serta opini dan catatan tentang Suramadu yang berisi tulisan dari santri-santri Madura. Kenikmatan membaca kadang juga datang dari koran yang telah digunakan sebagai bungkus nasi, yang mengingatkan saya akan pengalaman sederhana namun penuh makna.

Membaca tulisan Dahlan Iskan mungkin pada waktu itu tidak sepenuhnya paham, tetapi saya sangat tertarik dengan kenyataan bahwa beliau bisa menulis dengan tulisan yang lumayan panjang setiap hari. Kolom OPINI yang biasa diisi oleh akademisi tingkat tinggi, serta rubrik Suramadu yang sering menampilkan tulisan-tulisan santri-santri pulau Madura, salah satunya dari kakak senior seperti Afifi Al-Haytami, juga menjadi bacaan yang menarik. Saya terkesan dengan bagaimana Afifi Al-Haytami sering muncul dengan foto dan identitas dirinya, memberikan kesan bahwa penulisannya begitu nyata dan personal. Afirmasi dalam batin muncul: "Saya juga harus bisa menulis seperti ini." Saya kagum dengan pilihan diksi kata, susunan yang sistematis, dan alur tulisan yang enak dibaca.

Kebiasaan Dahlan Iskan yang menulis setiap hari di Harian Disway tetap menjadi bacaan favorit saya, yang kini bisa diakses melalui website beliau. Keistiqomahan beliau dalam menulis tanpa jeda, apa pun yang dilihatnya selalu menjadi ide besar untuk dituangkan dalam tulisan, sangat menginspirasi. Tidak jarang, tulisan-tulisannya mendapatkan respons positif melalui komentar-komentar yang dipilih oleh Dahlan Iskan sendiri. Sudah tak terhitung jumlah tulisan beliau, dan ini menjadi hal yang menarik untuk dicontoh—bagaimana beliau bisa menjaga konsistensi dalam menulis tanpa jeda, meskipun dengan jadwal yang padat.

Saya pun teringat perkataan Sayyidina Ali yang menyarankan agar seseorang yang ingin memahami ilmu dengan lebih baik untuk menuliskannya: "Tulislah ilmu, karena menulis itu mengikatnya." Pernyataan ini menggambarkan bahwa menulis adalah cara yang sangat efektif untuk mengikat ilmu dalam ingatan dan hati. Dengan menulis, kita tidak hanya bisa menyimpan informasi untuk dikaji ulang, tetapi juga bisa berbagi pengetahuan dengan orang lain. Menulis membantu kita menghindari lupa dan memudahkan untuk mengulang kembali ilmu yang telah dipelajari. Lebih dari itu, menulis juga mempermudah orang lain untuk mendapatkan manfaat dari ilmu yang telah dituliskan..

Dalam tradisi ulama-ulama dahulu, kegigihan dalam belajar dan menulis bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Buah karya mereka menjadi materi ajar utama dan fondasi teori-teori besar yang kita pelajari hingga saat ini. Fokus dan keseriusan yang istiqomah adalah kunci utamanya. Sebagai contoh, Imamuna Syafi’i, dengan berbagai karya dan gagasan luar biasa yang dihasilkannya, ternyata memiliki kebiasaan sehari-hari yang menunjukkan dedikasi luar biasa terhadap ilmu. sebagai mana disampaikan oleh Muridnya Imam Syafi'e.

قال حرملة: ما رأيت الشافعي إلا يستند الوسادة يقرأ ويكتب

Harmalah mengatakan bahwa setiap kali melewati rumah Imam Syafi’i, Harmalah tidak pernah melihat beliau kecuali sedang belajar atau mengarang. Keistiqomahan dalam menjalani rutinitas ilmiah ini adalah kunci utama yang membawa beliau mencapai tingkat keilmuan yang sangat tinggi.

Keistiqomahan, yang berarti keteguhan hati dalam menjalankan suatu aktivitas tanpa henti, bukan hanya menunjukkan kedisiplinan tetapi juga mencerminkan kedalaman komitmen terhadap ilmu. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, terutama di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan distraksi dan tantangan. Imam Syafi’i, dengan segala kesibukannya, tetap mampu menjaga konsistensi dalam belajar dan menulis. Beliau membuktikan bahwa meskipun seseorang memiliki banyak peran dan tanggung jawab, jika dilandasi dengan tekad yang kuat, semua itu dapat diimbangi dengan produktivitas yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan.

Saat ini, kita bisa mengambil pelajaran besar dari keteladanan para ulama terdahulu, termasuk Imam Syafi’i. Dalam dunia yang semakin cepat berubah dan penuh dengan berbagai macam gangguan, menjaga fokus dan istiqomah dalam menulis dan belajar adalah hal yang sangat penting. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi, kita memiliki lebih banyak akses untuk belajar dan berbagi ilmu, namun tidak sedikit pula yang justru kehilangan arah karena tergoda oleh kemudahan dan kesenangan sesaat. Oleh karena itu, kita perlu meneladani prinsip-prinsip yang diajarkan oleh para ulama, agar ilmu yang kita pelajari dapat bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk umat.

Menulis, seperti yang diajarkan oleh Sayyidina Ali dan diilustrasikan oleh Imam Syafi’i, bukan hanya sekadar aktivitas mentransfer pengetahuan, tetapi juga merupakan cara untuk mengikat ilmu dalam ingatan dan membagikan manfaatnya kepada orang lain. Dengan menulis, kita menjaga agar ilmu yang kita pelajari tetap hidup dan terus berkembang. Seperti mata air yang terus mengalir, ilmu yang dibagikan melalui tulisan akan memberi manfaat kepada banyak orang, bahkan setelah kita tidak lagi di dunia ini.

Maka, jika kita ingin mengikuti jejak para ulama besar, kita harus menumbuhkan semangat istiqomah dalam diri kita. Belajar dan menulis dengan tekun setiap hari, meski dalam kesibukan hidup, adalah cara yang paling ampuh untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi masyarakat. Keistiqomahan ini, yang telah dicontohkan oleh para ulama seperti Imam Syafi’i, adalah pondasi bagi perjalanan panjang kita dalam menuntut ilmu dan mengembangkan diri.

1 komentar untuk "Konsistensi Menulis"

  1. Hanya sebatas keinginan jika tidak langsung action. Kalau bisa buat status story setidaknya pasti bisa menulis yang agak panjang

    BalasHapus