Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Sulit Mempertahankan Kebiasaan Baik?



Sumber Gambar : coursius.com

Membangun kebiasaan baik, meski hanya satu persen setiap hari, memiliki dampak besar dalam jangka panjang. James Clear, dalam bukunya Atomic Habits (2018), menjelaskan bahwa perbaikan kecil yang konsisten akan menghasilkan perubahan signifikan seiring waktu. Ia menyebutnya sebagai compound effect—efek kumulatif dari perubahan kecil yang berkelanjutan.

Namun, kenyataannya, banyak orang merasa kesulitan mempertahankan kebiasaan baik lebih dari beberapa hari. Bahkan dengan niat yang kuat dan motivasi yang besar, semangat itu sering kali hanya bertahan sementara. Kebiasaan seperti membaca buku, berolahraga, menulis, atau melakukan aktivitas produktif lainnya memang terasa menyenangkan pada awalnya. Tapi tak jarang, setelah satu atau dua hari, aktivitas itu justru terasa membebani dan mulai ditinggalkan.

Salah satu tantangan terbesar bukan hanya membangun kebiasaan baik, tetapi melawan kebiasaan buruk yang sudah mengakar. Penelitian dari Duke University (2006) menunjukkan bahwa sekitar 40% dari aktivitas harian kita dilakukan secara otomatis, tanpa berpikir—ini adalah hasil dari kebiasaan yang sudah terbentuk. Dan ketika kebiasaan buruk sudah tertanam, seperti bermain game hingga larut malam, mengonsumsi junk food, merokok, atau sekadar melamun berjam-jam, mengubahnya menjadi tantangan besar. Meskipun seseorang sadar akan dampaknya terhadap kesehatan fisik dan mental, kebiasaan buruk ini tetap terasa sulit dilepaskan.

Hal ini dijelaskan oleh teori habit loop dari Charles Duhigg dalam The Power of Habit (2012), yang menyebut bahwa setiap kebiasaan terdiri dari tiga elemen: cue (pemicu), routine (kebiasaan), dan reward (hadiah). Untuk mengubah kebiasaan, kita perlu mengganti rutinitas sambil mempertahankan pemicu dan hadiah yang sama. Proses ini memerlukan kesabaran, kesadaran diri, dan sistem yang mendukung.

Jadi, membangun kebiasaan baik bukan sekadar soal motivasi, tapi juga soal sistem. Seperti kata Clear, "You do not rise to the level of your goals. You fall to the level of your systems."

Untuk itu, penting bagi kita untuk membangun sistem yang mendukung terbentuknya kebiasaan baik secara berkelanjutan. Salah satu cara yang efektif adalah dengan memulai dari hal kecil dan realistis, serta mengaitkannya dengan rutinitas yang sudah ada. Misalnya, jika ingin membiasakan diri membaca, mulailah dengan lima menit setelah bangun tidur atau sebelum tidur, bukan langsung satu jam. Dengan begitu, otak tidak merasa terbebani, dan kebiasaan tersebut lebih mudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Terakhir, perlu disadari bahwa perubahan adalah proses, bukan hasil instan. Kebiasaan baik terbentuk bukan karena kekuatan tekad sesaat, tetapi karena konsistensi dan kesabaran. Kita akan gagal di tengah jalan, dan itu wajar. Namun yang terpenting adalah kembali bangkit dan mencoba lagi, meskipun hanya satu persen setiap hari. Karena dalam jangka panjang, satu persen itu bisa mengubah arah hidup kita secara keseluruhan.

 

Pada akhirnya, membangun kebiasaan baik bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang menjadi sedikit lebih baik setiap hari. Saat kita memahami bahwa perubahan besar lahir dari langkah kecil yang konsisten, kita akan lebih sabar dalam menjalani prosesnya. Setiap pilihan kecil yang kita ambil hari ini—untuk membaca satu halaman buku, berjalan sepuluh menit, atau menuliskan satu paragraf—adalah investasi berharga untuk masa depan yang lebih sehat, produktif, dan bermakna.

 

Sebagai santri dan pelajar, kita sering mendengar nasihat bahwa " Al-Istiqomah khoirun min alfi karomah" Dan itu benar—karena menjaga kebiasaan baik itu seperti merawat api kecil: kalau tidak dijaga, ia padam. Misalnya, membiasakan diri membaca Al-Qur’an satu halaman setiap pagi mungkin tampak sepele, menghafal satu bait nadhom setiap hati terasa mudah, tapi jika dilakukan terus-menerus, bisa menjadi sumber kekuatan jiwa. Atau menulis satu paragraf catatan pelajaran setiap malam, yang mungkin tampak kecil hari ini, tapi kelak akan memudahkan saat menghadapi ujian dan hidup. Jangan remehkan kebiasaan kecil—karena perubahan besar dalam diri, akhlak, dan masa depan, selalu dimulai dari langkah-langkah sederhana yang dilakukan dengan sabar dan konsisten. Inilah jihad kita sebagai pelajar: melawan rasa malas dan membangun diri sedikit demi sedikit, setiap hari. Sesuai dengan hadist Nabi Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rosululloh Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Alloh Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR. Muslim).




 

 

 

2 komentar untuk " Mengapa Sulit Mempertahankan Kebiasaan Baik?"

  1. Tips agar istiqomah melakukan kebaikan tanpa rasa bosan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kerjakan kebaikan setiap hari satu persen, jangan fokus kepada sasaran tapi fokus kepada sistem setiap harinya

      Hapus