BERKARYALAH
Alhamdulillah
geliat lieterasi alami perkembangan pesat, dalam sunyi berusaha mengukir
peradaban, ikut andil berkontribusi menuangkan gagasan gagasan kecil dalam
bentuk karya langkah tidak berbunyi tapi terdengar nyaring, beginilah seyoginya
seorang santri, melangkah tidak terdengar tapi meninggalkan bekas, laksana
berjalan diatas hamparan pasir pantai, tak berbunyi tapi meninggalkan bekas,
bukan nyaring seperti sond horeeg meninggalkan kebisingan.
Kreativitas
produktifitas tidak boleh stagnan di tengah keterbatasan, harus terus tumbuh
menjadi pribadi mandiri yang menitik beratkan pikiran pada solusi, melihat
peluang kecil dalam setiap kesempatan, melihat ada keindahan dalam setip moment
kegiatan, mencari celah untuk melakukan privot, hingga menjadi lompatan
lompatan besar melalui langkah kecil langkah kecil yang tidak pernah nampak.
Santri
mereka yang hidup belajar setiap hari mengalahkan dirinya sendiri, melawan
semua keterbatasan, ketidak mungkinan, menerobos semua rintangan, keluar dari
zona nyaman, agar hidup bisa dilanjutkan, agar bisa lahirkan kemamfaatan, bisa
berkontribusi dalam kebaikan, meringankan beban dalam setiap permasalahan,
melanjutkan estafet perjuangan.
Tidak
ada sukses yang instan, tidak bisa dibayar tunai atau chas, sukses bisa
ditaklukkan dengan dicicil, dengan kebiasan kebiasan baik setiap harinya. Jika
hidup adalah sebuah lomba lari, setiap orang berhak menjadi juaranya, namun
anak orang kaya dan anak orang miskin memulai perlombaan dari garis start yang
berbeda, sepatu yang berbeda, dengan persedian persipaan yang berbeda.
Belakangan
ada banyak pesan masuk melalui sosial media dari teman teman yang berani untuk
menjadi pemenang, dengan berbagai keterbatasan, menyampaikan bahwa sudah
menyelesaikan menulis buku, ada yang bertanya bagaimana proses menerbitkan,
mengirim naskah kepada penertbit, agar bisa diterima dipenerbit mayor, ada yang
bertanya bagaimana jika dicetak indie. Ada yang sudah karangannya menghiasi
toko buku Nasional seperti Graha Media, dan platpom market plaace, bersanding
dengan penulis penulis besar. Ada yang menuangkan gagasannya dalam bentuk
artikel terbit di berbagai jurnal sinta dan scopus, ada yang menyelesaikan
karya ilmiah desertasi berbahasa arab dan indonesia, ada yang menterjemah kitab
kedalam bahasa Indonesia, ada yang memberi makna kitab agar memudahkan yang
membutuhkan, ada yang menekuni berbuat syair arab, tentu ini angin segar terhadap perkembangan Khazanah
ilmiah pesantren. Dengan berbagai genre mulai dari kajiab kitab kuning Aqidah,
fikih, puisi, sirah yang dikemas novel, motivasi, panduan MC, bunga rampai buku
ajar, dan semacamnya.
Tidak diragukan lagi bahwa
karya tulis, terutama dalam bentuk buku ilmiah, merupakan salah satu barometer
untuk mengukur sejauh mana tradisi ilmiah benar-benar mengakar, baik pada
individu maupun pada suatu lembaga pendidikan atau lembaga keilmuan, dan
semakin terlibat aktif ikut andil dalam meningkatkan kualitas ilmiah pesantren
dan orang-orang pesantren. Karena seseorang dihargai dan didengarkan orang
karena pemikiran yan dimiliki, kualitas individu bukan privilege kolektif.
Selamat kepada semuanya,
setiap karya akan menemui pembacanya, jangan puas dan terus kembangkan jadilah
mercusuar yang menerangi kehidupan, seseorang yang luar biasa di mana pun
berada, dunia akan tetap bisa melihatnya ! Tunjukkan. Buktikan. Sekarang,
percayalah, dunia bukan untuk mereka yang mendaki tangga-tangga yang disediakan
orang lain, tetapi milik mereka yang membuat tangganya sendiri, rancanglah
tangga kalian sendiri. Daki kesuksesan kalian sendiri. Di manapun. Dari Mana pun.
Dari
santri untuk dunia.
Sebuah
kutipan syairr Imam Syafi'i bisa dijadikan suntikan penyemangat bagi kita semua,
agar terus berkarya. Sudah saatnya kita kaum sarungan meGlobalizing Empowering
Country.
وما من كاتبٍ إلا سيفنى *** ويَبقَى الدَّهرُ ما كتبت يداهُ
فلا تكتب بخطك غير شيءٍ *** يَسُرّك في القيامة أن تراهُ
"Tak
ada seorang penulis pun, kecuali akan binasa (mati),
Namun yang akan abadi sepanjang masa adalah apa yang ditulis oleh
tangannya."
"Maka
janganlah engkau menulis sesuatu dengan tanganmu,
kecuali sesuatu yang akan membuatmu bahagia saat melihatnya di Hari
Kiamat."
Saya sangat setuju bahwa santri perlu menghasilkan karya tulis. Namun, apakah cukup hanya dengan menulis? Bagaimana dengan riset di bidang lain, seperti teknologi dan bioteknologi? Kita harus sadar bahwa santri masih tertinggal dalam bidang-bidang tersebut. Bahkan, dari yang saya amati, sebagian santri hanya mengandalkan barokah tanpa diiringi aksi nyata.
BalasHapus